Entri Populer

Senin, 01 Juli 2013

pelaku bisnis syariah

Pelaku bisnis syariah harus pula mempelajari ayat-ayat qauniyah agar usaha mereka dapat berkelanjutan dan bisa bersaing, salah satunya dengan jalan memahami kebutuhan pasar. Bisnis syariah jangan hanya mengandalkan emotional market dimana orang membeli produk hanya karena syariah.

AWAL tahun 1990an, Riyanto Sofyan sebagai direktur utama PT Sofyan Hotels Tbk membulatkan tekad untuk mengubah manajemen hotelnya menjadi berkonsep syariah. Minuman alkohol, makanan haram, hiburan liar hingga penyewaan hunian untuk kegiatan maksiat tidak akan bisa ditemukan lagi di hotel tersebut. Demikian impian Riyanto tentang konsep baru Hotel Sofyan yang didambakannya.
Namun niat itu sempat ditentang habis-habisan oleh keluarga, termasuk sang ayah selaku pendiri hotel tersebut, Sofyan Ponda. Dari pihak luar, rencana Riyanto pun sempat dipandang sebelah mata karena hotel syariah dianggap tidak akan diterima pasar dan terlalu melawan arus.
Berkat kegigihan, Riyanto akhirnya mampu meyakinkan keluarga dan konsep syariah pada hotel tersebut dapat diterapkan. Tetapi dengan catatan, kinerja hotel harus terus berkembang mengingat perusahaan tersebut sudah go public sejak April 1989.
Transformasi pun dimulai pada 1994, dengan menyosialisasikan perubahan konsep manajemen hotel kepada para karyawan. Ini sangat penting dilakukan guna mengubah paradigma karyawan yang merupakan agen utama dalam bisnis perhotelan. Apalagi kecemasan juga sempat menyeruak dari sebagian karyawan. Mereka khawatir pendapatan akan berkurang karena 10 persen pemasukan hotel adalah hak karyawan yang disebut dengan uang servis. “Mereka khawatir karena sebagian besar pendapatan berasal dari uang servis. Kalau tamu diseleksi dan hiburan seperti bar ditutup, mereka pikir penjualan akan turun secara otomatis,” kata Riyanto kepada Majalah Sharing di Graha Sofyan, Jakarta Pusat, Selasa (10/1). Guna menyiasati ini, pihak manajemen memberikan pelatihan dan pematangan konsep syariah secara berkesinambungan kepada karyawan sebagai ujung tombak bisnis tersebut.
Langkah menuju syariah berikutnya adalah menghapuskan hiburan malam yang disertai ladies entertainer pada 1998. Sebagai ganti, Hotel Sofyan menjajakan jasa meeting room. Ajaibnya, setelah hiburan malam ditutup, keuntungan perusahaan naik hingga 19 persen. Setahun berikutnya, diskotek dangdut dihentikan operasionalnya. Terakhir sekaligus yang terberat, konsep seleksi tamu diterapkan pada 2002 untuk memastikan Hotel Sofyan tidak dimanfaatkan sebagai tempat bermaksiat bagi pasangan yang bukan suami istri. Memang, kebijakan ini membuat tingkat hunian Hotel Sofyan yang berlokasi di Tebet anjlok dari 150 persen menjadi 40 persen. Meski demikian kondisi ini tidak membuat keuangan perusahaan goyang. Pihak manajemen telah menyiapkan strategi untuk menutupi penurunan penjualan di sana dengan berbagai inovasi yang dilakukan di dua cabang  lainnya yaitu Hotel Sofyan Cikini di Jalan Cikini Raya dan Hotel Sofyan Betawi di Jalan Cut Meutia. Belakangan berkat gengsi kesyariahannya, keuntungan Hotel Sofyan di Tebet justru meningkat setelah pihak manajemen menaikkan harga sebesar 30 persen.
Singkat cerita, perubahan konsep Hotel Sofyan yang mengedepankan nilai-nilai Islam justru kian memantapkan identitas hotel tanpa harus mengorbankan keberlangsungan bisnis hingga sekarang.
“Alhamdulillah dengan perencanaan dan penerapan bertahan, keuntungan kami bukannya turun malah naik terus,” kata Riyanto yang saat ini menjabat sebagai komisaris utama PT Sofyan Hotels Tbk.
Tak hanya soal hitung-hitungan angka, menurut Riyanto, pengelolaan perusahaan pun lebih baik setelah bersyariah, termasuk di antaranya terjadi peningkatan produktifitas karyawan. Hal ini disebabkan mereka memiliki paradigma yang lebih luas bahwa bekerja bukan sekedar mencari uang, melainkan ditujukan mencari kecintaan Allah sehingga karyawan selalu merasa diawasi Sang Khalik. Dengan prinsip seperti itu, motivasi karyawan untuk bekerja lebih baik akan meningkat meskipun tidak diawasi supervisor.
Selain itu, sebelum bersyariah hubungan antara pihak manajemen dan Serikat Pekerja kerap renggang karena kedua belah pihak memiliki kepentingan masing-masing. Misalnya saja, pembahasan Perjanjian Kerja Bersama yang dilakukan setiap tiga tahun sekali sering berlangsung alot saat hotel ini masih menerapkan sistem konvensional. Namun hal itu tidak terjadi saat hotel menerapkan prinsip syariah yang menuntun masing-masing pihak sesuai dengan proporsinya.  
“Kalau loyalitas ditautkan pada tujuan menegakkan addien, yang pasti hubungan akan lebih harmonis dan akan ada titik temu baik dari segi perusahaan maupun karyawan,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar